Minggu, 01 Januari 2012

Mapping Literatur

MAPPING LITERATUR
                         


NO
RINGKASAN KONSEP / TEORI
NAMA PENGARANG
TAHUN TERBIT
JUDUL BUKU
PENERBIT
KOTA TERBIT
HAL

I. KONSEP PEMERINTAHAN






1.
Disiplin ilmu yang tertua adalah ilmu pemerintahan, karena sudah dipelajari sejak sebelum masehi oleh para filosof, yaitu Plato dan Aristoteles. Walaupun sering disebut-sebut bahwa ilmu yang tertua adalah filsafat, tetapi pada prinsipnya yang dibicarakan pertama adalah filsafat pemerintahan (Suryaningrat dalam Syafiie, 1992:16)
Syafiie, Inu Kencana
1992
Pengantar Ilmu Pemerintahan
PT. Eresco
Bandung
16
2.
Metodologi Ilmu Pemerintahan memandang gejala pemerintahan dari bawah, dari pihak rakyat dan kebutuhannya yang paling mendasar, bukan lagi semata-mata pangan – sandang – papan, melainkan kesehatan, pendidikan, keamanan, dan produk-produk jasa public serta layanan civil.
Ndraha, Taliziduhu
1997
Metodologi Ilmu Pemerintahan
PT. Rineka Cipta
Jakarta
73
3.
Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang secara otonom mempelajarai bekerjanya struktur-struktur dan proses-proses pemerintahan umum, baik internal maupun eksternal          (U. Rosenthal dalam Ndraha, 2005:4)
Ndraha, Taliziduhu
2005
Kybernologi Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan
PT. Rineka Cipta
Jakarta
4
4.
Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana menyeimbangkan pelaksanaan kepengurusan (eksekutif), pengaturan (legislatif), kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan (baik pusat maupun daerah, maupun rakyat dengan pemerintahnya) dalam berbagai peristiwa dan gejala pemerintahan, secara baik dan benar.
Syafiie, Inu Kencana
2002
Sistem Pemerintahan Indonesia (Edisi Revisi)
PT. Rineka Cipta
Jakarta
15
5.
Konstruksi ilmu pemerintahan “baru” bermula pada manusia  dan berakhir pula pada manusia, berbeda dengan konstruksi ilmu pemerintahan (paradigma lama, ilmu untuk memerintah) yang bermula pada negara dan berakhir pada perintah. Konstruksi “baru” tersebut di beri nama Kybernologi.
Ndraha, Taliziduhu
2006
Kybernologi : Sebuah Scientific Enterprise
Sirao Credentia Center
Jakarta
7
6.
Menurut Ndraha (2003:7) Ilmu pemerintahan dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajaran bagaimana memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan tiap orang akan jasa-publik dan layanan-civil, dalam hubungan pemerintahan, (sehingga dapat diterima) pada saat dibutuhkan oleh yang bersangkutan.
Ndraha, Taliziduhu
2003
Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) 1
PT Rineka Cipta
Jakarta
7
7.
Konstruksi ruang lingkup ilmu pemerintahan menurut Ndraha terdiri dari :
1.   Yang-diperintah
2.   Tuntutan yang-diperintah (jasa-publik dan layanan-civil)
3.   Pemerintah
4.   Kewenangan, kewajiban, dan tanggung jawab pemerintah
5.   Hubungan pemerintahan
6.   Pemerintah yang bagaimana yang dianggap mampu menggunakan kewenangan, menunaikan kewajiban, dan memenuhi tanggung jawabnya.
7.   Bagaimana membentuk pemerintah yang demikian itu
8.   Bagaimana pemerintah menggunakan kewenangan, menunaikan kewajiban, dan memenuhi tanggung jawabnya
9.   Bagaimana supaya kinerja pemerintahan sesuai dengan tuntutan yang diperintah dan perubahan zaman?
Ndraha, Taliziduhu
2003
Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) 1
PT Rineka Cipta
Jakarta
7
8.
Pemerintah pada dasarnya secara teoritis atau konsep menunjukkan adanya penyelenggaraan urusan pemerintah yang dilakukan oleh institusi pemerintah dalam kebijakan dan pelayanan publik atau masyarakat dalam berbagai kehidupan dalam wilayah tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Supriatna, Tjahya
2010
Sistem Pemerintahan Desa
CV. Indra Prahasta
Bandung
18
9.
Sebagai badan yang penting (the important body) dalam rangka pemerintahannya, pemerintahn musti pula memperhatikan ketentraman dan ketertiban umum, tuntutan dan harapan, serta pendapat rakyat, kebutuhan dan kepentingan masyarakat, pengaruh-pengaruh lingkungan, pengaturan-pengaturan, komunikasi, peran serta seluruh lapisan masyarakat dan legitimasi (Soemandar dalam Syafiie, 1992:14)
Syafiie, Inu Kencana
1992
Pengantar Ilmu Pemerintahan
PT. Eresco
Bandung
14
10.
Pemerintah adalah organ yang berwenang memperoses pelayanan public dan berkewajiban memperoses pelayanan civil bagi setiap orang melalui hubungan pemerintahan, sehingga setiap anggota masyarakat yang bersangkutan menerimanya pada saat di perlukan sesuai dengan tuntutan (harapan) yang diperintah.
Ndraha, Taliziduhu
2003
Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) 1
PT Rineka Cipta
Jakarta
6
11.
Suatu pemerintahan dapat disebut demokratis apabila ia memberikan kesempatan konstitusional yang teratur bagi suatu persaingan damai untuk memperoleh kekuasaan untuk berbagai kelompok yang berbeda, tanpa menyisihkan bagian penting dari penduduk manapun dengan kekerasan.
Donald, Parulian.
1997
Menggugat Pemilu
Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta
2
12.
Menurut Taschereau dan Campos (dalam Thoha, 2003:63) tata kepemerintahan yang baik itu merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran, kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran serta adanya saling mengontrol yang dilakukan oleh tiga komponen, yakni pemerintah (government), rakyat (citizen) atau civil society, dan usahawan (business) yang berada di sektor swasta.
Thoha, Miftah
2003
Birokrasi Politik di Indonesia
PT. Rajagrafindo Persada
Jakarta
63
13.
Sabda Nabi Muhammad SAW dalam hal pemerintahan :
Seseorang yang telah ditugaskan Allah memerintah rakyat, kalau dia tidak  memimpin rakyat dengan jujur, niscaya dia tidak memperoleh bau surga.
… musyawarahkanlah urusanmu itu di antara kamu dan jangan membuat keputusan dengan satu pendapat.
(dalam Syafiie, 2003:50)
Syafiie, Inu Kencana
2003
Ekologi Pemerintahan
PT. Perca
Jakarta
50
14.
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan.
Pasolong, Harbani
2008
Kepemimpinan Birokrasi
Alfabeta
Bandung
1
15.
Kepemimpinan (leadership) merupakan inti dari pada manajemen, karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat manusia dan alat-alat lainnya dalam suatu organisasi
Hamim, Sufian dan Indra Muchlis Adnan.
2005
Organisasi dan Manajemen
Multi Grafindo
Pekanbaru
152

II. KONSEP PENDIDIKAN






16.
Menurut Ihsan (2005:5) pendidikan dapat diartikan sebagai :
1)   suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan lingkungan;
2)   suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannnya;
3)   suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yang dikehendaki oleh masyarakat;
4)   suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan.
Ihsan, Fuad
2005
Dasar-Dasar P
Pendidikan
Jakarta
5
17.
Tujuan akhir pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir pembentukan negara yang harus pula sama dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi. Adapun tujuan negara yang harus sama dengan tujuan pendidikan dan harus sama dengan tujuan pembuatan hukum dan harus pula sama dengan tujuan konstitusi, ialah kehidupan yang baik dan yang berbahagia (eduaimonia). (Aristoteles dalam Rapar, 1988:80).
Rapar, J.H.
1988
Filsafat Politik Aristoteles
Rajawali Pers
Jakarta
80
18.
Hakikat pendidikan adalah proses memanusiakan anak manusia yaitu menyadari akan manusia yang merdeka. Manusia yang merdeka adalah manusia yang kreatif yang terwujud di dalam budayanya.
Tilaar, H.A.R.
2005
Manifesto Pendidikan Nasional Tinjauan dari Persfektif  Postmodernis-me dan Studi Kultural
Buku Kompas
Jakarta
112
19.
Pengembangan dan pembinaan pendidikan oleh pemerintah di dasarkan pada dua alasan :
a.   meningkatkan kemajuan pribadi dan budaya individual dimana masyarakat wajib membantu pengembangan bakat/kemampuan dan kepekaannya
b.   menyediakan keahlian dan kecakapan bagi menunjang kekuatan ekonomi nasional, integritas politik dan kejayaan militer (Finer dalam Pamudji, 1994:29-30)
Pamudji, S
1994
Perbandingan Pemerintahan
Bumi Aksara
Jakarta
29-30
20.
Secara normatif, tujuan pendirian komite sekolah adalah sebagai berikut :
(1). Sebagai wadah dan penyalur aspirasi dan prakarsa masyarakat untuk melahirkan kebijakan operasional dan program.
(2). Untuk meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan.
(3). Untuk menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabilitas, dan demokrasi dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu.
Soewartoyo, dkk
2003
Persepsi Masyarakat Terhadap Desentralisasi Pendidikan Studi Kasus Kota Manado
Pustaka Sinaar Harapan dan LIPI
Jakarta
66
21.
Pendidikan, hemat saya, bukan sekedar mengajarkan atau mentransfer pengetahuan, atau semata mengembangkan aspek intelektual, melainkan juga untuk mengembangkan karakter, moral nilai-nilai, dan budaya peserta didik. Dengan kata lain, pendidikan adalah membangun budaya, menbangun peradaban, membangun masa depan bangsa. Karena itu, untuk meningkatkan harkat dan martabat sebuah bangsa pada era global ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan meningkatkan kualitas pendidikan.
Nandika, Dodi
2007
Pendidikan di Tengah Gelombang Perubahan
LP3ES
Jakarta
15
22.
Sekolah demokrastis adalah sekolah yang dikelola dengan struktur yang memungkinkan praktik-praktik demokratis itu terlaksana, seperti pelibatan masyarakat, (stake holder dan user sekolah) dalam membahas program-program sekolah/madrasah, dan prosedur pengambilan keputusan juga memerhatikan berbagai aspirasi publik,serta dapat dipertanggungjawabkan implementasinya kepada publik.
Rosyada, Dede
2007
Paradigma Pendidikan Demokratis
Kencana
Jakarta
17
23.
Menurut Tilaar (dalam Chan dan Sam, 2005:1) ada tiga alasan mengapa desentralisasi pendidikan harus dilakukan oleh bangsa Indonesia, yaitu : (a) pembangunan masyarakat demokratis; (b) pengembangan social capital; dan (c) peningkatan daya saing bangsa.
Chan, Sam M dan Sam, Tuti T
2005
Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah
PT Raja Grafindo Persada
Jakarta
1
24.
Komite sekolah merupakan badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan baik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah, maupun jalur pendidikan luar sekolah.
Hasbullah
2006
Otonomi Pendidikan : Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaran Pendidikan
PT Raja Grafindo Persada
Jakarta
47
25.
Komite Sekolah berperan sebagai advisory agency (pemberi pertimbangan), supporting agency (pendukung kegiatan layanan pendidikan), controlling agency (pengontrol kegiatan layanan pendidikan), dan mediator.
Kustoro, Budi, dkk
2006
Studi Profil Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah
Balitbang Depdiknas

Jakarta
1

III.   KONSEP IMPLEMENTASI        KEBIJAKAN PEMERINTAH






26.
Implementasi adalah proses mentransformasi kan suatu rencana ke dalam praktik (Wijaya, B.R. dan Supardo, S. dalam Pasolong,2008:57)
Implementasi sebagai rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran strategi. (Hinggis dalam Pasolong, 2008:57)
Implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi program (Gordon dalam Pasolong, 2008:58)
Pasolong, Harbani
2008
Teori Administrasi Publik
Alfabeta
Bandung
57 dan 58
27.
Menurut E. Hugh Heclo, kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja untuk menyelesaikan beberapa permasalahan.
Menurut Charles O. Jones kebijakan adalah suatu keputusan untuk mengakhiri atau menjawab pertanyaan yang diajukan kepada kita … terdiri dari tujuan, rencana, program, keputusan dan akibat.
Menurut Henz Eula dan Kenneth Previt yaitu merumuskan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, ditandai dengan kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat kebijakan dan yang melaksanakan kebijakan itu.
(dalam Syafiie, 2007:85)
Syafiie, Inu Kencana
2007
Manajemen Pemerintah
PT. Perca
Jakarta
85
28.
Menurut Thomas R.Dye kebijakan pemerintah yaitu apa pun juga dipilih pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu itu atau tidak mengerjakan (mendiamkan) sesuatu itu (whatever government choose to do or not to do) .
Menurut  R. C. Chandler dan J.C. Plano kebijakan pemerintah adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah publik.
Menurut A. Hoorgerwerf kebijakan pemerintah yaitu unsur penting dari politik, dapat diartikan sebagai  usaha mencapai tujuan-tujuan tertentu menurut urutan waktu tertentu.
(dalam Syafiie, 2007:86).
Syafiie, Inu Kencana
2007
Manajemen Pemerintah
PT. Perca
Jakarta
86
29.
Menurut Bridgenan dan Davis (dalam Suharto, 2008:5) menerangkan bahwa kebijakan publik sedikitnya memiliki tiga dimensi yang saling bertautan, yakni sebagai tujuan (objective), sebagai pilihan tindakan yang legal atau sah secara hukum (authoritative choice), dan sebagai hipotesis (hypothesis).
Suharto, Edi
2008
Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik
Alfabeta
Bandung
5
30.
Kebijakan Publik dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Kebijakan bersifat makro, yaitu kebijakan atau peraturan yang bersifat umum. (2) Kebijakan yang bersifat meso, yaitu kebijakan yang bersifat menengah atau memperjelas pelaksanaan, seperti kebijakan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati dan Peraturan Wali Kota. (3) Kebijakan yang bersifat mikro, yaitu kebijakan yang bersifat mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan diatasnya, seperti kebijakan yang dikeluarkan oleh aparat publik dibawah Menteri, Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
(Nugroho dalam Pasolong, 2008:40)
Pasolong, Harbani
2008
Teori Administrasi Publik
Alfabeta
Bandung
40
31.
Kebijakan pemerintahan menurut Ndraha (2003:498) dapat didefinisikan sebagai pilihan terbaik usaha untuk memproses nilai pemerintahan yang bersumber pada kearifan pemerintahan dan mengikat secara formal, etik, dan moral, diarahkan guna menepati pertanggungjawaban aktor pemerintahan di dalam lingkungan pemerintahan.
Ndraha, Taliziduhu
2003
Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) 2
PT Rineka Cipta
Jakarta
498
32.
Ada tiga faktor umum yang mempengaruhi keberhasilan implementasi yaitu (1) logika yang digunakan oleh suatu kebijakan , yaitu sampai berapa benar teori yang menjadi landasan kebijakan atau seberapa jauh hubungan logis antara kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan; (2) hakekat kerjasama yang dibutuhkan, yaitu apakah semua pihak yang terlibat dalam kerjasama telah merupakan suatu assembling produktif dan (3) ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, komitmen untuk mengelola pelaksanaannya. (Weimer, D.L. Vining A.R dalam Pasolong, 2008, 59)
Pasolong, Harbani
2008
Teori Administrasi Publik
Alfabeta
Bandung
59
33.
Tanggung jawab utama manajer dalam implementasi kebijakan strategis :
1.   Membagi-bagi tugas utama dan urutan langkah-langkah yang akan diambil untuk melaksanakan kebijakan dan strategi dengan cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan/sasaran.
2.   Menentukan siapa yang bertanggung jawab untuk tugas-tugas khusus utama yang harus diselesaikan, langkah-langkah yang harus ditempuh dan keputusan yang harus diambil.
3.   Menetapkan struktur pokok organisasi tempat implementasi akan berlangsung, misalnya departemen fungsional atau divisi pokok yang di desentralisasikan.
4.   Menentukan sumber daya (fisik dan manusia) yang perlu untuk menerapkan kebijakan dan strategi dan menjamin tersedianya sumber daya itu bila diperlukan.
5.   Menenetapkan jenis-jenis prestasi yang diperlukan oleh satuan-satuan organisasi dan perorangan serta kapan kegiatan khusus harus diselesaikan.
6.   Menentukan motivasi pribadi dan sistem perangsang yang akan digunakan.
7.   Menganilisis saling hubungan utama antara orang-orang, satuan organisasi, dan kegiatan dalam satu-satuan yang memerlukan pengkordinasian dan menentukan sistem yang tepat untuk menjamin koordinasi yang tepat pula.
8.   Menjamin tingakt partisipasi yang tepat dalam perumusan dan operasi sistem dan proses implementasi.
9.   Menetapkan sistem informasi yang tepat untuk menjamin pengukuran yang tepat dari prestasi menurut standar, sehingga dapat diambil tindakan perbaikan, bila perlu.
10.  Mengadopsi program latihan untuk mengembangkan keterampilan teknis dan manajemen, yang diperlukan dalam implementasi.
11.  Menjamin bahwa kepemimpinan manajemen efektif dalam memotivasi dan membimbing organisasi dalam penerapan kebijakan dan strategi secara sedemikian, sehingga tercapai tujuan-tujuan organisasi dengan cara yang paling efektif dan efisien. (Steiner, G.A. dan Miner, J.B., 1997:220)
Steiner, G.A. dan Miner, J.B.

Alih Bahasa :
Ticoalu dan Agus Dharma
1997
Kebijakan dan Strategi Manajemen, Edisi Kedua
Penerbit Erlangga
Jakarta
220
34.
Sistem implementasi yang dianggap akan mampu menyelesaikan berbagai masalah dalam pelaksanaannya, yakni berupa suatu proses integral dari tiga komponen kegiatan utama, yaitu perencanaan integral dan sistem pengendalian; kepemimpinan, motivasi, dan sistem komunikasi; dan manajemen sumber daya manusia dan kultur organisasi. (Higgins dalam Salusu, 2003:435)
Salusu. J
2003
Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit
PT. Grasindo
Jakarta
435
35.
Suksesnya implementasi dapat dilihat dari perspektif lain, yaitu dengan mengukur tingkat kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan, dengan petunjuk-petunjuk khusus dari birokrat.(Salusu, 2003:437-438)
Salusu. J
2003
Pengambilan Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit
PT. Grasindo
Jakarta
437-438
36.
Untuk mengukur pengaruh implementasi kebijakan publik dapat digunakan 4 (empat) variable yaitu : Communication, Resources, Disposition and Bureacratic (Komunikasi, Sumber daya, Sikap dan Struktur Birokrasi (Edwar III dalam Effendy, 2009:86)
Effendy, Khasan
2009
Pengembangan Organisasi Moratorium dan Morbitarium Pemekaran
CV. Indra Prahasta
Bandung
86
37.
Menurut Jones (1991:304) ada tiga aktivitas utama yang paling penting dalam implementasi kebijakan yaitu :
1. Organisasi
2. Penafsiran
3. Penerapan
Jones, C.O.

Editor :
Nashir Budiman
1991
Pengantar Kebijakan Publik (Public Policy)
CV. Rajawali
Jakarta.
304
38.
Menurut Meter dan Horn (dalam Tangkilisan, Tanpa Tahun : 14) merumuskan secara sederhana, bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses implementasi adalah faktor dukungan sumber daya (resources), karakteristik pelaksana kebijakan, daya tanggap dan kemampuan untuk menyesuaikan diri.
Tangkilisan, Hessel Nogi S.
Tanpa Tahun
Kebijakan dan Manajemen Otonomi Daerah
Lukman Offset
Yogyakarta
14

IV. METODE PENELITIAN






39.
Ditinjau dari sudut filsafat, metodologi penelitian merupakan epistemologi penelitian. Yaitu yang menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian.
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady
2001
Metodologi Penelitian Sosial
PT. Bumi Aksara
Jakarta
42
40.
Penelitan kualitatif adalah penelitian yang menjelaskan dan menganalisis perilaku manusia secara individual dan kelompok, prinsip atau kepercayaan, pemahaman atau pemikiran dan persepsi atau tanggapan.
Effendy, Khasan
2010
Memadukan Metode Kuantitatif dan Kualitatif
CV. Indra Prahasta
Bandung
117
41.
Hakekat kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya (Nasution, S dalam Sudjarwo, 2001:45)
Sudjarwo
2001
Metodologi Penelitian Sosial
CV. Mandar Maju
Bandung
45
42.
Alat pengumpul data atau instrumen penelitian dalam metode kualitatif ialah si peneliti sendiri. Jadi peneliti merupakan key instrument, dalam mengumpulkan data si peneliti harus terjun sendiri ke lapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang sering digunakan ialah observasi partisipasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik angket tidak digunakan dalam pengumpulan data.
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady
2001
Metodologi Penelitian Sosial
PT. Bumi Aksara
Jakarta
81
43.
Penelitian deskriftif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada.
Mardalis.
1990
Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal
Bumi Aksara
 Jakarta
26
44.
Metode deskriftif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. (Nawawi, Hadari, 1995:63)
Nawawi, Hadari
1995
Metode Penelitian Bidang Sosial
Gadjah Mada University Press
Yogyakarta
63
45.
Menurut Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2009:130) penelitain deskriptif kualitatif diuraikan dengan kata-katamenurut pendapat responden, apa adanya sesuai dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian dianlisis pula dengan kata-kata apa yang melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan, dan bertindak) seperti itu tidak seperti lainnya, direduksi, ditriangulasi, disimpulkan (diberi maknaoleh peneliti), dan diverifikasi (dikonsultasikan kembali kepada responden dan  teman sejawat.
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady
2009
Metodologi Penelitian Sosial, Edisi Kedua
PT. Bumi Aksara
Jakarta
130

Tidak ada komentar: