MAPPING LITERATUR
NO
|
RINGKASAN KONSEP / TEORI
|
NAMA PENGARANG
|
TAHUN
TERBIT
|
JUDUL BUKU
|
PENERBIT
|
KOTA TERBIT
|
HAL
|
I.
KONSEP PEMERINTAHAN
|
|||||||
1.
|
Disiplin
ilmu yang tertua adalah ilmu pemerintahan, karena sudah dipelajari sejak
sebelum masehi oleh para filosof, yaitu Plato dan Aristoteles. Walaupun
sering disebut-sebut bahwa ilmu yang tertua adalah filsafat, tetapi pada
prinsipnya yang dibicarakan pertama adalah filsafat pemerintahan
(Suryaningrat dalam Syafiie, 1992:16)
|
Syafiie,
Inu Kencana
|
1992
|
Pengantar
Ilmu Pemerintahan
|
PT.
Eresco
|
Bandung
|
16
|
2.
|
Metodologi
Ilmu Pemerintahan memandang gejala pemerintahan dari bawah, dari pihak rakyat
dan kebutuhannya yang paling mendasar, bukan lagi semata-mata pangan –
sandang – papan, melainkan kesehatan, pendidikan, keamanan, dan produk-produk
jasa public serta layanan civil.
|
Ndraha,
Taliziduhu
|
1997
|
Metodologi
Ilmu Pemerintahan
|
PT.
Rineka Cipta
|
Jakarta
|
73
|
3.
|
Ilmu
pemerintahan adalah ilmu yang secara otonom mempelajarai bekerjanya
struktur-struktur dan proses-proses pemerintahan umum, baik internal maupun
eksternal (U. Rosenthal dalam
Ndraha, 2005:4)
|
Ndraha,
Taliziduhu
|
2005
|
Kybernologi
Sebuah Rekonstruksi Ilmu Pemerintahan
|
PT.
Rineka Cipta
|
Jakarta
|
4
|
4.
|
Ilmu
pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana menyeimbangkan
pelaksanaan kepengurusan (eksekutif), pengaturan (legislatif), kepemimpinan
dan koordinasi pemerintahan (baik pusat maupun daerah, maupun rakyat dengan
pemerintahnya) dalam berbagai peristiwa dan gejala pemerintahan, secara baik
dan benar.
|
Syafiie,
Inu Kencana
|
2002
|
Sistem
Pemerintahan Indonesia (Edisi Revisi)
|
PT.
Rineka Cipta
|
Jakarta
|
15
|
5.
|
Konstruksi
ilmu pemerintahan “baru” bermula pada manusia
dan berakhir pula pada manusia, berbeda dengan konstruksi ilmu
pemerintahan (paradigma lama, ilmu untuk memerintah) yang bermula pada negara
dan berakhir pada perintah. Konstruksi “baru” tersebut di beri nama
Kybernologi.
|
Ndraha,
Taliziduhu
|
2006
|
Kybernologi
: Sebuah Scientific Enterprise
|
Sirao
Credentia Center
|
Jakarta
|
7
|
6.
|
Menurut
Ndraha (2003:7) Ilmu pemerintahan dapat didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajaran bagaimana memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan tiap orang
akan jasa-publik dan layanan-civil, dalam hubungan pemerintahan, (sehingga
dapat diterima) pada saat dibutuhkan oleh yang bersangkutan.
|
Ndraha, Taliziduhu
|
2003
|
Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) 1
|
PT Rineka Cipta
|
Jakarta
|
7
|
7.
|
Konstruksi
ruang lingkup ilmu pemerintahan menurut Ndraha terdiri dari :
1. Yang-diperintah
2. Tuntutan yang-diperintah (jasa-publik dan
layanan-civil)
3. Pemerintah
4. Kewenangan, kewajiban, dan tanggung jawab pemerintah
5. Hubungan pemerintahan
6. Pemerintah yang bagaimana yang dianggap mampu
menggunakan kewenangan, menunaikan kewajiban, dan memenuhi tanggung jawabnya.
7. Bagaimana membentuk pemerintah yang demikian itu
8. Bagaimana pemerintah menggunakan kewenangan, menunaikan
kewajiban, dan memenuhi tanggung jawabnya
9. Bagaimana supaya kinerja pemerintahan sesuai dengan
tuntutan yang diperintah dan perubahan zaman?
|
Ndraha, Taliziduhu
|
2003
|
Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) 1
|
PT Rineka Cipta
|
Jakarta
|
7
|
8.
|
Pemerintah
pada dasarnya secara teoritis atau konsep menunjukkan adanya penyelenggaraan
urusan pemerintah yang dilakukan oleh institusi pemerintah dalam kebijakan
dan pelayanan publik atau masyarakat dalam berbagai kehidupan dalam wilayah
tertentu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
|
Supriatna,
Tjahya
|
2010
|
Sistem
Pemerintahan Desa
|
CV.
Indra Prahasta
|
Bandung
|
18
|
9.
|
Sebagai
badan yang penting (the important body) dalam rangka pemerintahannya,
pemerintahn musti pula memperhatikan ketentraman dan ketertiban umum,
tuntutan dan harapan, serta pendapat rakyat, kebutuhan dan kepentingan
masyarakat, pengaruh-pengaruh lingkungan, pengaturan-pengaturan, komunikasi,
peran serta seluruh lapisan masyarakat dan legitimasi (Soemandar dalam
Syafiie, 1992:14)
|
Syafiie,
Inu Kencana
|
1992
|
Pengantar
Ilmu Pemerintahan
|
PT.
Eresco
|
Bandung
|
14
|
10.
|
Pemerintah adalah organ yang berwenang memperoses
pelayanan public dan berkewajiban memperoses pelayanan civil bagi setiap
orang melalui hubungan pemerintahan, sehingga setiap anggota masyarakat yang
bersangkutan menerimanya pada saat di perlukan sesuai dengan tuntutan
(harapan) yang diperintah.
|
Ndraha, Taliziduhu
|
2003
|
Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) 1
|
PT Rineka Cipta
|
Jakarta
|
6
|
11.
|
Suatu pemerintahan dapat disebut demokratis apabila ia
memberikan kesempatan konstitusional yang teratur bagi suatu persaingan damai
untuk memperoleh kekuasaan untuk berbagai kelompok yang berbeda, tanpa
menyisihkan bagian penting dari penduduk manapun dengan kekerasan.
|
Donald, Parulian.
|
1997
|
Menggugat Pemilu
|
Pustaka Sinar Harapan.
|
Jakarta
|
2
|
12.
|
Menurut
Taschereau dan Campos (dalam Thoha, 2003:63) tata kepemerintahan yang baik
itu merupakan suatu kondisi yang menjamin adanya proses kesejajaran,
kesamaan, kohesi dan keseimbangan peran serta adanya saling mengontrol yang
dilakukan oleh tiga komponen, yakni pemerintah (government), rakyat (citizen)
atau civil society, dan usahawan (business) yang berada di
sektor swasta.
|
Thoha,
Miftah
|
2003
|
Birokrasi
Politik di Indonesia
|
PT. Rajagrafindo
Persada
|
Jakarta
|
63
|
13.
|
Sabda
Nabi Muhammad SAW dalam hal pemerintahan :
Seseorang
yang telah ditugaskan Allah memerintah rakyat, kalau dia tidak memimpin rakyat dengan jujur, niscaya dia
tidak memperoleh bau surga.
…
musyawarahkanlah urusanmu itu di antara kamu dan jangan membuat keputusan
dengan satu pendapat.
(dalam
Syafiie, 2003:50)
|
Syafiie,
Inu Kencana
|
2003
|
Ekologi
Pemerintahan
|
PT.
Perca
|
Jakarta
|
50
|
14.
|
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam
mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan.
|
Pasolong, Harbani
|
2008
|
Kepemimpinan Birokrasi
|
Alfabeta
|
Bandung
|
1
|
15.
|
Kepemimpinan (leadership) merupakan inti dari pada
manajemen, karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber-sumber
dan alat-alat manusia dan alat-alat lainnya dalam suatu organisasi
|
Hamim, Sufian dan Indra Muchlis Adnan.
|
2005
|
Organisasi dan Manajemen
|
Multi Grafindo
|
Pekanbaru
|
152
|
II.
KONSEP PENDIDIKAN
|
|||||||
16.
|
Menurut
Ihsan (2005:5) pendidikan dapat diartikan sebagai :
1) suatu proses pertumbuhan yang menyesuaikan dengan
lingkungan;
2) suatu pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada
anak dalam pertumbuhannnya;
3) suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau
situasi tertentu yang dikehendaki oleh masyarakat;
4) suatu pembentukan kepribadian dan kemampuan anak dalam
menuju kedewasaan.
|
Ihsan,
Fuad
|
2005
|
Dasar-Dasar
P
|
Pendidikan
|
Jakarta
|
5
|
17.
|
Tujuan
akhir pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir pembentukan negara yang
harus pula sama dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta
harus pula sama dengan tujuan utama konstitusi. Adapun tujuan negara yang
harus sama dengan tujuan pendidikan dan harus sama dengan tujuan pembuatan
hukum dan harus pula sama dengan tujuan konstitusi, ialah kehidupan yang baik
dan yang berbahagia (eduaimonia). (Aristoteles dalam Rapar, 1988:80).
|
Rapar,
J.H.
|
1988
|
Filsafat
Politik Aristoteles
|
Rajawali
Pers
|
Jakarta
|
80
|
18.
|
Hakikat
pendidikan adalah proses memanusiakan anak manusia yaitu menyadari akan
manusia yang merdeka. Manusia yang merdeka adalah manusia yang kreatif yang
terwujud di dalam budayanya.
|
Tilaar,
H.A.R.
|
2005
|
Manifesto
Pendidikan Nasional Tinjauan dari Persfektif
Postmodernis-me dan Studi Kultural
|
Buku
Kompas
|
Jakarta
|
112
|
19.
|
Pengembangan
dan pembinaan pendidikan oleh pemerintah di dasarkan pada dua alasan :
a. meningkatkan kemajuan pribadi dan budaya individual
dimana masyarakat wajib membantu pengembangan bakat/kemampuan dan kepekaannya
b. menyediakan keahlian dan kecakapan bagi menunjang
kekuatan ekonomi nasional, integritas politik dan kejayaan militer (Finer
dalam Pamudji, 1994:29-30)
|
Pamudji,
S
|
1994
|
Perbandingan
Pemerintahan
|
Bumi
Aksara
|
Jakarta
|
29-30
|
20.
|
Secara
normatif, tujuan pendirian komite sekolah adalah sebagai berikut :
(1).
Sebagai wadah dan penyalur aspirasi dan prakarsa masyarakat untuk melahirkan
kebijakan operasional dan program.
(2).
Untuk meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan.
(3).
Untuk menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabilitas, dan
demokrasi dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu.
|
Soewartoyo,
dkk
|
2003
|
Persepsi
Masyarakat Terhadap Desentralisasi Pendidikan Studi Kasus Kota Manado
|
Pustaka
Sinaar Harapan dan LIPI
|
Jakarta
|
66
|
21.
|
Pendidikan,
hemat saya, bukan sekedar mengajarkan atau mentransfer pengetahuan, atau
semata mengembangkan aspek intelektual, melainkan juga untuk mengembangkan
karakter, moral nilai-nilai, dan budaya peserta didik. Dengan kata lain,
pendidikan adalah membangun budaya, menbangun peradaban, membangun masa depan
bangsa. Karena itu, untuk meningkatkan harkat dan martabat sebuah bangsa pada
era global ini, tidak ada jalan lain kecuali dengan meningkatkan kualitas
pendidikan.
|
Nandika,
Dodi
|
2007
|
Pendidikan
di Tengah Gelombang Perubahan
|
LP3ES
|
Jakarta
|
15
|
22.
|
Sekolah
demokrastis adalah sekolah yang dikelola dengan struktur yang memungkinkan
praktik-praktik demokratis itu terlaksana, seperti pelibatan masyarakat, (stake
holder dan user sekolah) dalam membahas program-program
sekolah/madrasah, dan prosedur pengambilan keputusan juga memerhatikan
berbagai aspirasi publik,serta dapat dipertanggungjawabkan implementasinya
kepada publik.
|
Rosyada,
Dede
|
2007
|
Paradigma
Pendidikan Demokratis
|
Kencana
|
Jakarta
|
17
|
23.
|
Menurut
Tilaar (dalam Chan dan Sam, 2005:1) ada tiga alasan mengapa desentralisasi
pendidikan harus dilakukan oleh bangsa Indonesia, yaitu : (a) pembangunan
masyarakat demokratis; (b) pengembangan social capital; dan (c)
peningkatan daya saing bangsa.
|
Chan,
Sam M dan Sam, Tuti T
|
2005
|
Kebijakan
Pendidikan Era Otonomi Daerah
|
PT
Raja Grafindo Persada
|
Jakarta
|
1
|
24.
|
Komite
sekolah merupakan badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam
rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di
satuan pendidikan baik pada pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah,
maupun jalur pendidikan luar sekolah.
|
Hasbullah
|
2006
|
Otonomi
Pendidikan : Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap
Penyelenggaran Pendidikan
|
PT
Raja Grafindo Persada
|
Jakarta
|
47
|
25.
|
Komite
Sekolah berperan sebagai advisory agency (pemberi pertimbangan), supporting
agency (pendukung kegiatan layanan pendidikan), controlling agency (pengontrol
kegiatan layanan pendidikan), dan mediator.
|
Kustoro,
Budi, dkk
|
2006
|
Studi
Profil Dewan Pendidikan
dan
Komite Sekolah
|
Balitbang
Depdiknas
|
Jakarta
|
1
|
III. KONSEP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMERINTAH
|
|||||||
26.
|
Implementasi adalah
proses mentransformasi kan suatu rencana ke dalam praktik (Wijaya, B.R. dan
Supardo, S. dalam Pasolong,2008:57)
Implementasi
sebagai rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya manusia
menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran strategi. (Hinggis dalam
Pasolong, 2008:57)
Implementasi
berkenaan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan pada realisasi program
(Gordon dalam Pasolong, 2008:58)
|
Pasolong,
Harbani
|
2008
|
Teori
Administrasi Publik
|
Alfabeta
|
Bandung
|
57
dan 58
|
27.
|
Menurut
E. Hugh Heclo, kebijakan adalah cara bertindak yang sengaja untuk
menyelesaikan beberapa permasalahan.
Menurut
Charles O. Jones kebijakan adalah suatu keputusan untuk mengakhiri atau
menjawab pertanyaan yang diajukan kepada kita … terdiri dari tujuan, rencana,
program, keputusan dan akibat.
Menurut
Henz Eula dan Kenneth Previt yaitu merumuskan kebijakan sebagai keputusan
yang tetap, ditandai dengan kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang
pada mereka yang membuat kebijakan dan yang melaksanakan kebijakan itu.
(dalam
Syafiie, 2007:85)
|
Syafiie,
Inu Kencana
|
2007
|
Manajemen
Pemerintah
|
PT.
Perca
|
Jakarta
|
85
|
28.
|
Menurut
Thomas R.Dye kebijakan pemerintah yaitu apa pun juga dipilih pemerintah,
apakah mengerjakan sesuatu itu atau tidak mengerjakan (mendiamkan) sesuatu
itu (whatever government choose to do or not to do) .
Menurut R. C. Chandler dan J.C. Plano kebijakan
pemerintah adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber-sumber daya yang
ada untuk memecahkan masalah publik.
Menurut
A. Hoorgerwerf kebijakan pemerintah yaitu unsur penting dari politik, dapat
diartikan sebagai usaha mencapai
tujuan-tujuan tertentu menurut urutan waktu tertentu.
(dalam
Syafiie, 2007:86).
|
Syafiie,
Inu Kencana
|
2007
|
Manajemen
Pemerintah
|
PT.
Perca
|
Jakarta
|
86
|
29.
|
Menurut
Bridgenan dan Davis (dalam Suharto, 2008:5) menerangkan bahwa kebijakan
publik sedikitnya memiliki tiga dimensi yang saling bertautan, yakni sebagai
tujuan (objective), sebagai pilihan tindakan yang legal atau sah
secara hukum (authoritative choice), dan sebagai hipotesis (hypothesis).
|
Suharto,
Edi
|
2008
|
Kebijakan
Sosial Sebagai Kebijakan Publik
|
Alfabeta
|
Bandung
|
5
|
30.
|
Kebijakan
Publik dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: (1) Kebijakan bersifat makro,
yaitu kebijakan atau peraturan yang bersifat umum. (2) Kebijakan yang
bersifat meso, yaitu kebijakan yang bersifat menengah atau memperjelas
pelaksanaan, seperti kebijakan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati
dan Peraturan Wali Kota. (3) Kebijakan yang bersifat mikro, yaitu kebijakan
yang bersifat mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan
diatasnya, seperti kebijakan yang dikeluarkan oleh aparat publik dibawah
Menteri, Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
(Nugroho
dalam Pasolong, 2008:40)
|
Pasolong,
Harbani
|
2008
|
Teori
Administrasi Publik
|
Alfabeta
|
Bandung
|
40
|
31.
|
Kebijakan
pemerintahan menurut Ndraha (2003:498) dapat didefinisikan sebagai pilihan
terbaik usaha untuk memproses nilai pemerintahan yang bersumber pada kearifan
pemerintahan dan mengikat secara formal, etik, dan moral, diarahkan guna
menepati pertanggungjawaban aktor pemerintahan di dalam lingkungan
pemerintahan.
|
Ndraha, Taliziduhu
|
2003
|
Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) 2
|
PT Rineka Cipta
|
Jakarta
|
498
|
32.
|
Ada
tiga faktor umum yang mempengaruhi keberhasilan implementasi yaitu (1) logika
yang digunakan oleh suatu kebijakan , yaitu sampai berapa benar teori yang
menjadi landasan kebijakan atau seberapa jauh hubungan logis antara
kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan tujuan atau sasaran yang telah
ditetapkan; (2) hakekat kerjasama yang dibutuhkan, yaitu apakah semua pihak
yang terlibat dalam kerjasama telah merupakan suatu assembling produktif
dan (3) ketersediaan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, komitmen
untuk mengelola pelaksanaannya. (Weimer, D.L. Vining A.R dalam Pasolong,
2008, 59)
|
Pasolong,
Harbani
|
2008
|
Teori
Administrasi Publik
|
Alfabeta
|
Bandung
|
59
|
33.
|
Tanggung jawab utama manajer dalam
implementasi kebijakan strategis :
1. Membagi-bagi
tugas utama dan urutan langkah-langkah yang akan diambil untuk melaksanakan
kebijakan dan strategi dengan cara yang diperlukan untuk mencapai
tujuan/sasaran.
2. Menentukan
siapa yang bertanggung jawab untuk tugas-tugas khusus utama yang harus
diselesaikan, langkah-langkah yang harus ditempuh dan keputusan yang harus
diambil.
3. Menetapkan
struktur pokok organisasi tempat implementasi akan berlangsung, misalnya
departemen fungsional atau divisi pokok yang di desentralisasikan.
4. Menentukan
sumber daya (fisik dan manusia) yang perlu untuk menerapkan kebijakan dan
strategi dan menjamin tersedianya sumber daya itu bila diperlukan.
5. Menenetapkan
jenis-jenis prestasi yang diperlukan oleh satuan-satuan organisasi dan
perorangan serta kapan kegiatan khusus harus diselesaikan.
6. Menentukan
motivasi pribadi dan sistem perangsang yang akan digunakan.
7. Menganilisis
saling hubungan utama antara orang-orang, satuan organisasi, dan kegiatan
dalam satu-satuan yang memerlukan pengkordinasian dan menentukan sistem yang
tepat untuk menjamin koordinasi yang tepat pula.
8. Menjamin
tingakt partisipasi yang tepat dalam perumusan dan operasi sistem dan proses
implementasi.
9. Menetapkan
sistem informasi yang tepat untuk menjamin pengukuran yang tepat dari
prestasi menurut standar, sehingga dapat diambil tindakan perbaikan, bila
perlu.
10. Mengadopsi
program latihan untuk mengembangkan keterampilan teknis dan manajemen, yang
diperlukan dalam implementasi.
11. Menjamin
bahwa kepemimpinan manajemen efektif dalam memotivasi dan membimbing
organisasi dalam penerapan kebijakan dan strategi secara sedemikian, sehingga
tercapai tujuan-tujuan organisasi dengan cara yang paling efektif dan
efisien. (Steiner, G.A. dan Miner, J.B., 1997:220)
|
Steiner,
G.A. dan Miner, J.B.
Alih
Bahasa :
Ticoalu
dan Agus Dharma
|
1997
|
Kebijakan
dan Strategi Manajemen, Edisi Kedua
|
Penerbit
Erlangga
|
Jakarta
|
220
|
34.
|
Sistem
implementasi yang dianggap akan mampu menyelesaikan berbagai masalah dalam
pelaksanaannya, yakni berupa suatu proses integral dari tiga komponen
kegiatan utama, yaitu perencanaan integral dan sistem pengendalian;
kepemimpinan, motivasi, dan sistem komunikasi; dan manajemen sumber daya
manusia dan kultur organisasi. (Higgins dalam Salusu, 2003:435)
|
Salusu.
J
|
2003
|
Pengambilan
Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit
|
PT.
Grasindo
|
Jakarta
|
435
|
35.
|
Suksesnya
implementasi dapat dilihat dari perspektif lain, yaitu dengan mengukur
tingkat kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan, dengan petunjuk-petunjuk
khusus dari birokrat.(Salusu, 2003:437-438)
|
Salusu.
J
|
2003
|
Pengambilan
Keputusan Stratejik untuk Organisasi Publik dan Organisasi Nonprofit
|
PT.
Grasindo
|
Jakarta
|
437-438
|
36.
|
Untuk
mengukur pengaruh implementasi kebijakan publik dapat digunakan 4 (empat)
variable yaitu : Communication, Resources, Disposition and Bureacratic
(Komunikasi, Sumber daya, Sikap dan Struktur Birokrasi (Edwar III dalam
Effendy, 2009:86)
|
Effendy,
Khasan
|
2009
|
Pengembangan
Organisasi Moratorium dan Morbitarium Pemekaran
|
CV.
Indra Prahasta
|
Bandung
|
86
|
37.
|
Menurut
Jones (1991:304) ada tiga aktivitas utama yang paling penting dalam
implementasi kebijakan yaitu :
1.
Organisasi
2.
Penafsiran
3.
Penerapan
|
Jones,
C.O.
Editor
:
Nashir
Budiman
|
1991
|
Pengantar
Kebijakan Publik (Public Policy)
|
CV.
Rajawali
|
Jakarta.
|
304
|
38.
|
Menurut
Meter dan Horn (dalam Tangkilisan, Tanpa Tahun : 14) merumuskan secara
sederhana, bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses implementasi
adalah faktor dukungan sumber daya (resources), karakteristik
pelaksana kebijakan, daya tanggap dan kemampuan untuk menyesuaikan diri.
|
Tangkilisan,
Hessel Nogi S.
|
Tanpa
Tahun
|
Kebijakan
dan Manajemen Otonomi Daerah
|
Lukman
Offset
|
Yogyakarta
|
14
|
IV.
METODE PENELITIAN
|
|||||||
39.
|
Ditinjau
dari sudut filsafat, metodologi penelitian merupakan epistemologi penelitian.
Yaitu yang menyangkut bagaimana kita mengadakan penelitian.
|
Usman,
Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady
|
2001
|
Metodologi
Penelitian Sosial
|
PT.
Bumi Aksara
|
Jakarta
|
42
|
40.
|
Penelitan
kualitatif adalah penelitian yang menjelaskan dan menganalisis perilaku
manusia secara individual dan kelompok, prinsip atau kepercayaan, pemahaman
atau pemikiran dan persepsi atau tanggapan.
|
Effendy,
Khasan
|
2010
|
Memadukan
Metode Kuantitatif dan Kualitatif
|
CV.
Indra Prahasta
|
Bandung
|
117
|
41.
|
Hakekat
kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya berinteraksi
dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia
sekitarnya (Nasution, S dalam Sudjarwo, 2001:45)
|
Sudjarwo
|
2001
|
Metodologi
Penelitian Sosial
|
CV.
Mandar Maju
|
Bandung
|
45
|
42.
|
Alat
pengumpul data atau instrumen penelitian dalam metode kualitatif ialah si
peneliti sendiri. Jadi peneliti merupakan key instrument, dalam
mengumpulkan data si peneliti harus terjun sendiri ke lapangan secara aktif.
Teknik pengumpulan data yang sering digunakan ialah observasi partisipasi,
wawancara, dan dokumentasi. Teknik angket tidak digunakan dalam pengumpulan
data.
|
Usman,
Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady
|
2001
|
Metodologi
Penelitian Sosial
|
PT.
Bumi Aksara
|
Jakarta
|
81
|
43.
|
Penelitian deskriftif bertujuan untuk mendeskripsikan
apa-apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya mendeskripsikan,
mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi yang sekarang ini terjadi
atau ada.
|
Mardalis.
|
1990
|
Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal
|
Bumi Aksara
|
Jakarta
|
26
|
44.
|
Metode
deskriftif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek penelitian (seseorang,
lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan
fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. (Nawawi, Hadari, 1995:63)
|
Nawawi,
Hadari
|
1995
|
Metode
Penelitian Bidang Sosial
|
Gadjah
Mada University Press
|
Yogyakarta
|
63
|
45.
|
Menurut
Usman dan Purnomo Setiady Akbar (2009:130) penelitain deskriptif kualitatif
diuraikan dengan kata-katamenurut pendapat responden, apa adanya sesuai
dengan pertanyaan penelitiannya, kemudian dianlisis pula dengan kata-kata apa
yang melatarbelakangi responden berperilaku (berpikir, berperasaan, dan
bertindak) seperti itu tidak seperti lainnya, direduksi, ditriangulasi,
disimpulkan (diberi maknaoleh peneliti), dan diverifikasi (dikonsultasikan
kembali kepada responden dan teman
sejawat.
|
Usman,
Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady
|
2009
|
Metodologi
Penelitian Sosial, Edisi Kedua
|
PT.
Bumi Aksara
|
Jakarta
|
130
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar